Sawah Lunto Kota Tua Penuh Pesona

Senin, 07 Desember 2009


Sawahlunto : Kembangkan Wisata Tambang & Sejarah Kota Lama

Kota Sawahlunto merupakan satu-satunya kota yang memiliki perjalanan sejarah yang unik dibanding dengan sejarah kabupaten/kota lainnya di Sumatera Barat. Di samping sebuah kota yang dibesarkan oleh pemerintah kolonial Belanda, kota yang penuh dengan kekayaan batubara ini juga memiliki letak geografis yang unik.

Sejak ditemukan batubara oleh Ir De greve tahun 1867 di Batang Lunto, di bagian timur Danau Singkarak sekitar Sungai Ombilin, kawasan ini terus mengalami kemajuan. Bahkan, penelitian lanjutan yang dilakukan oleh Ir Verbek, salah seorang ahli geologi Belanda tahun 1875 telah dapat memperkirakan kandungan mutiara hitam yang ada di Sawahlunto minimal 205 juta ton. Dan, dalam waktu singkat nama kota ini sebagai penghasil batubara berkualitas terbaik menyebar ke mancanegara

Dengan ditemukannya kandungan batubara di Batang Lunto ini, maka lahirlah istilah Sawahlunto akibat pertambangan pertama yang dilakukan di sawah milik penduduk sekitar Batang Lunto. Dari tahun ke tahun Sawahlunto terus bergerak menjadi kawasan tambang batubara, sehingga berdirilah pertambangan batubara terbesar sekaligus tertua saat ini di Indonesia.

Perkembangan pertambangan batubara inilah yang membuat dinamika sejarah Kota Sawahlunto memiliki ciri khas dibanding dengan daerah lainnya. Pada tahun 1887 pemerintah Hindia Belanda tanpa ragu-ragu menanamkan 5,5 juta gulden untuk membangun berbagai fasilitas perusahaan tambag Ombilin dan pemukiman bagi para pekerjanya. Dengan fasilitas yang berkembang baik, dan ditandai oleh keberadaan Pelabuhan Teluk Bayur (Emmahaven), usaha penambangan batubara meningkat pesat. Pada tahun 1920 saja laba perusahaan mencapai 4,6 juta gulden. Batubara dari Sawahlunto ini dahulu banyak digunakan untuk memroduksi semen yang berbentuk debu dan yang dipadatkan menjadi briket.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, pemerintah tetap melanjutkan usaha pertambangan batubara ini. Sampai tahun 2000, pertambangan batubara di Sawahlunto dapat memberikan kontribusi yang cukup besar dalam meningkatkan ekonomi masyarakat. Setelah ditambang sekian lama, cadangan tambang terbuka telah habis, walaupun deposit tambang dalam masih tersedia lebih kurang 100 juta ton lagi namun belum dapat ditambang waktu itu mengingat harga batubara sangat rendah sehingga tidak dapat mencukup harga produksi.

Kota Wisata

Pamor Sawahlunto sebagai kota pertambangan batubara pun mulai memudar. Namun Sawahlunto menolak untuk menjadi sekadar kota kenangan. Pemkot Sawahlunto yang dimotori Walikota Sawahlunto, Ir H Amran Nur, telah merancang strategi lain dengan menjadikan Sawahlunto sebagai Kota Wisata dengan menonjolkan dua potensi wisata yang menjadi kekuatannya yaitu wisata tambang dan wisata sejarah kota lama.

Memasuki pusat kota, tiga buah silo (bangunan seperti menara berbentuk silinder) dengan ketinggian masing-masing 40 meter milik PT Bukit Asam Unit Penambangan Ombilin (PT BAUPO) akan mencuri perhatian wisatawan. Silo yang berdiri kokoh merupakan bagian dari kawasan bengkel utama dan tempat pencucian dan penyaringan batubara. Meski terlihat sudah lama tidak digunakan, bangunan ini masih terawat dan dijaga petugas keamanan.

Jika berkunjung ke Sawahlunto akan banyak dijumpai bangunan-bangunan kuno yang masih terjaga dengan dua gaya indische atau kolonial dan pecinan yang berbaur dengan rumah bagonjong atau ru 0mah tradisional Sumatera Barat. Berbagai gaya kolonial yang sepertinya menyebar seisi kota da 0pat dilihat melalui gedung perkantoran PT BA UPO, gereja Katolik, sekolah, penginapan dan la0 in-lain. Sedangkan nuansa pecinan diwakili oleh deretan toko-toko dan rumah-rumah pribadi.

Bangunan-bangunan tersebut sangat menarik para wisatawan, karena di samping masih terlihat seperti sediakala dan belum terenovasi secara besar-besaran, bangunan ini menyimpan nilai historis yang kuat.

Tidak kalah dalam urusan menyimpan sejarah adalah Museum Gudang Ransum yang patut disinggahi. Gudang Ransum atau dapur umum untuk orang rantai ( pekerja paksa) merupakan bagian tidak terpisahkan dari prosesi pertambangan. Tampat ini melayani kebutuhan makanan ribuan buruh tambang yang berasal dari Pulau Jawa, Sulawesi, Kalimantan dan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Dapur umum ini mampu menyediakan sekitar 65 pikul makanan setiap hari atau setara dengan 3.900 kg nasi. Peralatan masaknya berukuran "raksasa" dengan jumlah pekerja dapur sekitar 100 orang setiap harinya.

Sumber :http://www.cimbuak.net

0 komentar:

Posting Komentar

lowongan kerja di rumah

  © Blogger template The Beach by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP